Makalah
Pembanding
Ajaran
Tentang Sangha
Disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Budhisme semester IV
Dosen
Pembimbing : Dra. Hj. Siti Nadroh, MA
Perbandingan
Agama
Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat
Universitas
Islam Negri
Syarif
Hidayatulllah Jakarta
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
Ajaran Buddha setelah
Mahaparinibbana Sang Buddha, dilanjutkan oleh para siswa-siswa utama melalui
konsili-konsili yang menghasilkan kumpulan ajaran Buddha berdasarkan khotbah,
aturan dan peristiwa yang terjadi pada waktu kehidupan Sang Buddha. Penyebaran
ajaran Buddha memberikan banyak kontribusi kemakmuran pada berbagai negara.
Raja Asoka yang terkenal dengan pedangnya dan selalu ingin menguasai
negara-negara yang sebelahnya, namun setelah mendengarkan ajaran Sang Buddha,
kemudia menjadi pengikut Buddha dan berperang bukan dengan senjata tajam
melainkan dengan kebenaran Dhamma.
Sangha berperan sebagai
perubah nilai psikologis pada manusia. Orang yang melihat kehidupan dan
perbuatan para Bhikkhu yang terlatih dalam sila, memberikan kesejukan hati dan
rasa damai. Kegembiraan ini muncul dalam diri manusia yang selalu memberikan
penghormatan dan keyakinan terhadap Sangha. Dimana para bhikkhu-bhikkhuni yang
selalu memberikan dampak yang baik dalam bertindak.
Semua umat Buddha yang
telah menjalankan hidupnya menjadi bhikkhu-bhikkhuni, wajib menagggalkan
kehidupan duniawi dan bertempat tinggal dilingkungan tempat ibadah (vihara)
yang disebut kuti (tempat tinggal para anggota Sangha). Selain menjalani
kehidupan sebagai Bhikkhu-bhikkhuni, juga mengabdikan demi kepentingan
perkembangan agama Buddha, membabarkan dhamma ajaran Sang Buddha dengan penuh
cinta kasih.
BAB
II
AJARAN
TENTANG SANGHA
Sangha dalam agama
Buddha diibaratkan sebagai sebuah ladang yang subur dalam menghasilkan panen
yang berlimpah. Karena itu benih-benih perbuatan yang berjasa yang ditanam pada
sangha adalah sebuah ladang yang subur, dimana hasil yang berlimpah dapat
diharapkan. Umat Buddha meyakini bahwa pemberian dana yang diberikan kepada
mereka yang sungguh-sungguh melaksanakan kehidupan suci akan membawa pahala
yang lebih besar tetapi tidak membawa pahala yang besar bila diberikan kepada
orang yang tidak memiliki moralitas yang baik. Buddha menasehati bahwa bentuk
pemberian makanan kepadaseratus Paccekha Buddha, pahalanya akan lebih besar
apabila ia memberikan makanan kepada seorang Sammasambuddha yang telah mencapai
penerangan sempurna. Jika makanan diberikan kepada para anggota Sangha yang
dipimpin oleh sang Buddha, pahalanya akan lebih besar apabila ia mendirikan sebuah
vihara yang dapat digunakan oleh para bhikkhu sangha.[1]
Agama buddha membagi para penganut agama buddha kedalam dua kelompok,
yaitu kelompok Sangha dan kelompok awam. Kelompok Sangha adalah terdiri dari
para Bikkhu, Bikkhuni, Samanera dan Samaneri. Mereka menjalani kehidupan suci
untuk meningatkan nili-nilai kerohanian serta tidak melaksanakan hidup
berkeluarga. Sedangkan kelompok awam terdiri dari Upasaka dan Upasaki yang
telah menyatakan diri berlindung kepada Buddha, Dharma dan Sangha serta
melaksanakan hidup berumah tangga
sebagai orang
biasa.[2]
Sangha memiliki dua
makna, yakni secara sammuti adalah sebagai personal duduk dalam sangha yang
bertekan melatih diri dalam moralitas untuk meraih kebijaksanaan yang belum
mencapai tingkat kesucian. Sedangkan Sangha secara paramatta adalah tingkat
kesucian pada sottapana, sakadagami, anagami dan arahat atau Ariya Sangha dalam
persaudaraan para bhikkhu-bhikkhuni yang telah mencapai tingkat kesucian.
Keberadaan Sangha
selalu memberikan nilai kebaikan yang tinggi bagi perumah tangga. Penjelasannya
Buddha kepada pemuda bernama Sigala memberikan nasehat fungsi Sangha terhadap
umat perumah tangga yakni sebagai pembimbing dan pengajar dalam kehidupan para
perumah tangga.
Sebagaimana kita ketahui tentang
tri ratna yaitu kesaksian keimanan/syahadat orang budha. Tri ratna atau disebut
juga dengan tiga mustika terdiri dari buddha, dharma dan Sangha.
Dimana Triratna tersebut berbunyi:
1. Buddha Ratana (Mustika Buddha), yaitu Sang Buddha Gotama adalah
Guru Suci Junjungan kita, yang telah memberikan pelajaranNya kepada umat
manusia dan para dewa untuk mencapai Kebebasan Mutlak atau Nibbana.
2. Dhamma-Ratana
(Mustika Dhamma), yaitu Sang Dhamma adalah pelajaran Guru Suci Junjungan kita
Sang Buddha Gotama yang menunjukkan umat manusia dan para dewa ke jalan yang
benar, terbebas dari kejahatan, dan membimbing mereka mencapai Nibbana.
3. Sangha-Ratana
(Mustika Sangha), yaitu Sang Ariya Sangha adalah Persaudaraan Bhikkhu Suci yang
telah mencapai tingkat-tingkat kesucian (Sotapanna, Sakadagami, Anagami, dan
Arahat), sebagai pengawal dan pelindung Dhamma, dan mengajarkan Dhamma kepada
orang lain untuk ikut melaksanakan sehingga mencapai Nibbana.
Peraturan-peraturan untuk Bkhikkhu-Bkikkhuni
Peraturan Bkhikkhu Bkikkhuni lambat laun merupakan
bagian pertama dari Tripitaka, yakni Vinaya Pitaka yang terdiri dari lima
kitab: Parajika, Paccitiya, Mahavaga dan Parivara.
Pada zaman sekarang tahun (abad 20) hanya mereka yang
menerima ini disebut samanera dan yang bukan Bhikkhu, jilka telah diterima oleh
sangha (persatuan para Bhikkhu) melalui dua upacara penobatan. Yang pertama
ialah penobatan Pabbajja dan mereka yang menerima ini disebut samanera dan yang
kedua ialaha penobatan Upasampada.
Kitab-kitab satu dan dua, parajika dan Pacittiya,
keduanya juga disebut Vibhanga. Parajika mengandung empat parajika, yaitu
aturan terpenting.
Seorang Bhikkhu yang melanggar empat aturan ini dengan
sendirinya tak menjadi Bhikkhu lagi, yakni tak berhak menyebut dirinya Bhikkhu.
Dengan lain perkataan ia telah dengan sendirinya menjadi orang biasa, tak
berhak memakai jubah kuning. Dan untuk penghidupan ini kehidupan sebagai
Bhikkhu tak dapat dikerjakan lagi.
Empat aturan ini ialah: membunuh, bersetubuh dengan
wanita, mencuri, mengagungkan diri dengan mengatakan bahwa ia mempunyai ilmu
gaib atau mempunyai salah satu abhinna.
Abhinna, enam tenaga batin atau kekuatan batin terdiri
dari lima yang berhubungan dengan keduniaan dan satu yang mangatasi keduniaan (Lokuttara).
Yang lima sebagai akibat dari kesempurnaan samadhi dan yang keenam akibat dari
pandangan terang yang menembus (Vipasana), yakni hilangnya dasar-dasar
yang dapat diwijuddkan oleh seorang arahat. Enam kekuatan batin ini adalah,
kekuatan Siddhi (Iddhi-Vidha),
Telinga Batin (Dippasota), memgetahui pikiran orang lain (Citta-pariya-nana),
mata Batin (Dibba Cakkhu), Mengetahui keadaan kehidupan yang dulu-dulu (Pubbe-nivassanupati)
dan hilangnya segala dasar (Asavakkhaya).
Selanjutnya kitab Parajika mengandung tiga belas
Sanghadisesa ialah aturan-aturan yang membutuhkan rapat sangha untuk
memutuskannya.
Kitab Pacittiya
Kitab
Pacittiya mengandung aturan-aturan pacittiya yang mengharuskan para bhikkhu
menerangkan pada lain bhikkhu pelanggarannya dan pada saat itu pun ia terbebas
dari pelanggaran itu. Juga aturan Skhiya-Disiplin, aturan-aturan sebagai mana
harus dipehatikan seperti harus memakai baju, berjalan, memakan pemberian
orang, dan lain-lain. Jumlah semua aturan ini ada 227 dan pada tiap hari
Uposatha dengan singkat ditiap-tiap vihara diulangi pula disuatu tempat yang
khusus untuk itu, yaitu di Sima, yang juga dipakai untuk penobatan Upasampada.
Kitab Suttavibbhanga ini pun mengandung aturan-aturan untuk para Bhikkhuni.
Kitab Mahavangga
a. Cara masuk
untuk jadi anggota sangha
b.
Pertemuan-pertemuan Upasottha dan cara mengulangi Pattimokkha (227 aturan)
c. Tempat beringgah
dalam musim hujan (Vassa)
d. Upacara
akhir musim hujan (Pavara)
e. Aturan
memakai jubah, meja, kursi dan lain-lain.
f. Cara mamakai
obat-oabatan dan makanan.
g. Upacara
Kathina, yaitu sebagai hadiah atas berakhirnya musim hujan.
h. Bahan-bahan
untuk jubah, aturan tidur dan aturan untuk Bhikkhu yang sakit.
i. Cara Sangha
berapat.
j. Cara-cara
jika ada bentrokan.
Kitab Cullacaga
a. Aturan-aturan
yang berhubungan dengan pelanggaran-pelanggaran.
b. Cara
merehabbilitasi seorang Bhikkhu.
c. Cara
memecahkan soal-soal.
d. Cara mandi
dan berpakaian.
e. Tentang
tempat tidur dan kursi meja.
f. Tentang
Bentrokan
g. Kwajiban
guru dan murid.
h. Yang tak
dapat menjalankan Pattimokkha.
i. Cara
penobatan dan intruksi-intruksi untuk salon Bhikkhu.
j. Sejarah
Sangayana I di Rajagana.
k. Sejarah
Sangayana II di Vesali.
Kitab Parivara
Tahunnya
seorang Bikhhhu dibagi dalam dua bagian, yakni sembilan bulanuntuk berkelana
atau berdiam didalam hutan dan tiga bulan harus menetap disatu tempat, yang
terkenal sebagai Vassa (musim hujan). Dalam tiga bulan ini para Bikhhu
memeberikan ajaran aatu meneri,a ajaran dalam satu vihara. Akhirnya tiga bulan
ini ditutup dalam suatu upacara, yakni upacara Pavarana, akhir dari
beristirahat, dimana setiap Bhikhhu yang berdiam dalam satu vihara saling
meminta maaf a6tas kesalahan-kesalahan yang dengan disengaja atau tidak dengan
disengaja. Permulaan Vasa pertama biasanya jatuh pada bulan purnama.
Setelah
menjalankan upacara Pavarana, terdapat upacara lainnya yang terlebih meriah,
yakni Kathina dimana para Bikhhu menerima persembahan pakaian dari para umat
Budha setempat.[3]
BAB III
KESIMPULAN
Sangha memiliki peran
yang sangat penting terhadap pelestarian dan pembabaran Dhamma ajaran Sang
Buddha. kebajikan moralitas yang menjadikan acuan dalam berpikir, bertindak,
berucap yang positif sebagai seorang pertapa yang memberikan rasa damai dan
bahagia. Sehingga menimbulkan keyakinan yang mendalam pada diri orang yang
mengenal Dhamma.
Mengingat kehidupan
bhikkhu sangha tidak meminta kepada umat, maka sebaliknya umat seyogyanya
menanyakan hal-hal yang dibutuhkan oleh bhikkhu sesuaia dengan keperluan dan
tidak bertentangan dengan peraturan kebhikkhuan. Karena kehidupan bhikkhu
tergantung dari pemberian umat, jadi ia harus merasa puas, tidak memilih atau
meminta sesuatu tertentu dari umat kecuali umat menawarkan kesempatan dalam
pengembangan karma baiknya.Melalui perbuatan baik berdana kepada sangha pada
setiap hari kathina. Ada empat kebutuhan pokok bagi para bhikkhu sangha yaitu;
jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan serta sarana yang lain yang
mendukung dalam kehidupan sangha.Peran religius sangha memberikan perkembangan
yang besar dalam sejarah Buddha-Dhammahingga sekarang ini, menunjukkan adanya
keterlibatan bhikkhu Sangha sebagai inspirasi pada keyakinan terhadap kebenaran
Buddha.
DAFTAR PUSTAKA
Hadikusuma, Hilman. Antropologi Agama
I. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993.
Juangari, Edij. Menaruh Benih Dharma Di
Nusantara. Bandung: Yayasan Penerbit Karania. 1995
file:///C:/Users/user/Documents/PUSTAKA%20DHAMMA%20%20Peran%20Bhikkhu%20Sangha%20Dalam%20Meningkatkan%20Keyakinan%20Umat%20Buddha.htm.
Diakses pada 15 April 2013 pukul 20.00
[1]file:///C:/Users/user/Documents/PUSTAKA%20DHAMMA%20%20Peran%20Bhikkhu%20Sangha%20Dalam%20Meningkatkan%20Keyakinan%20Umat%20Buddha.htm. Diakses pada 15 April 2013 pukul 20.00
[2] ilman Hadikusuma. Antropologi Agama I, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1993), h. 234
[3] Ejid Juangari. Menaruh Benih Dharma Di
Nusantara. Bandung: Yayasan Penerbit Karania. 1995, h. 127-129