Kamis, 30 Mei 2013

Ajaran Tentang Sangha




Makalah Pembanding
Ajaran Tentang Sangha
Disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Budhisme semester IV
Dosen Pembimbing : Dra. Hj. Siti Nadroh, MA



Perbandingan Agama
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatulllah Jakarta
2013
 



BAB I
PENDAHULUAN
Ajaran Buddha setelah Mahaparinibbana Sang Buddha, dilanjutkan oleh para siswa-siswa utama melalui konsili-konsili yang menghasilkan kumpulan ajaran Buddha berdasarkan khotbah, aturan dan peristiwa yang terjadi pada waktu kehidupan Sang Buddha. Penyebaran ajaran Buddha memberikan banyak kontribusi kemakmuran pada berbagai negara. Raja Asoka yang terkenal dengan pedangnya dan selalu ingin menguasai negara-negara yang sebelahnya, namun setelah mendengarkan ajaran Sang Buddha, kemudia menjadi pengikut Buddha dan berperang bukan dengan senjata tajam melainkan dengan kebenaran Dhamma.
Sangha berperan sebagai perubah nilai psikologis pada manusia. Orang yang melihat kehidupan dan perbuatan para Bhikkhu yang terlatih dalam sila, memberikan kesejukan hati dan rasa damai. Kegembiraan ini muncul dalam diri manusia yang selalu memberikan penghormatan dan keyakinan terhadap Sangha. Dimana para bhikkhu-bhikkhuni yang selalu memberikan dampak yang baik dalam bertindak.
Semua umat Buddha yang telah menjalankan hidupnya menjadi bhikkhu-bhikkhuni, wajib menagggalkan kehidupan duniawi dan bertempat tinggal dilingkungan tempat ibadah (vihara) yang disebut kuti (tempat tinggal para anggota Sangha). Selain menjalani kehidupan sebagai Bhikkhu-bhikkhuni, juga mengabdikan demi kepentingan perkembangan agama Buddha, membabarkan dhamma ajaran Sang Buddha dengan penuh cinta kasih.


BAB II
AJARAN TENTANG SANGHA
Sangha dalam agama Buddha diibaratkan sebagai sebuah ladang yang subur dalam menghasilkan panen yang berlimpah. Karena itu benih-benih perbuatan yang berjasa yang ditanam pada sangha adalah sebuah ladang yang subur, dimana hasil yang berlimpah dapat diharapkan. Umat Buddha meyakini bahwa pemberian dana yang diberikan kepada mereka yang sungguh-sungguh melaksanakan kehidupan suci akan membawa pahala yang lebih besar tetapi tidak membawa pahala yang besar bila diberikan kepada orang yang tidak memiliki moralitas yang baik. Buddha menasehati bahwa bentuk pemberian makanan kepadaseratus Paccekha Buddha, pahalanya akan lebih besar apabila ia memberikan makanan kepada seorang Sammasambuddha yang telah mencapai penerangan sempurna. Jika makanan diberikan kepada para anggota Sangha yang dipimpin oleh sang Buddha, pahalanya akan lebih besar apabila ia mendirikan sebuah vihara yang dapat digunakan oleh para bhikkhu sangha.[1]
Agama buddha membagi para penganut agama buddha kedalam dua kelompok, yaitu kelompok Sangha dan kelompok awam. Kelompok Sangha adalah terdiri dari para Bikkhu, Bikkhuni, Samanera dan Samaneri. Mereka menjalani kehidupan suci untuk meningatkan nili-nilai kerohanian serta tidak melaksanakan hidup berkeluarga. Sedangkan kelompok awam terdiri dari Upasaka dan Upasaki yang telah menyatakan diri berlindung kepada Buddha, Dharma dan Sangha serta melaksanakan hidup berumah  tangga sebagai orang
biasa.[2]
Sangha memiliki dua makna, yakni secara sammuti adalah sebagai personal duduk dalam sangha yang bertekan melatih diri dalam moralitas untuk meraih kebijaksanaan yang belum mencapai tingkat kesucian. Sedangkan Sangha secara paramatta adalah tingkat kesucian pada sottapana, sakadagami, anagami dan arahat atau Ariya Sangha dalam persaudaraan para bhikkhu-bhikkhuni yang telah mencapai tingkat kesucian.
Keberadaan Sangha selalu memberikan nilai kebaikan yang tinggi bagi perumah tangga. Penjelasannya Buddha kepada pemuda bernama Sigala memberikan nasehat fungsi Sangha terhadap umat perumah tangga yakni sebagai pembimbing dan pengajar dalam kehidupan para perumah tangga.
Sebagaimana kita ketahui tentang tri ratna yaitu kesaksian keimanan/syahadat orang budha. Tri ratna atau disebut juga dengan tiga mustika terdiri dari buddha, dharma dan Sangha.
Dimana Triratna tersebut berbunyi:
1. Buddha Ratana (Mustika Buddha), yaitu Sang Buddha Gotama adalah Guru Suci Junjungan kita, yang telah memberikan pelajaranNya kepada umat manusia dan para dewa untuk mencapai Kebebasan Mutlak atau Nibbana.
2. Dhamma-Ratana (Mustika Dhamma), yaitu Sang Dhamma adalah pelajaran Guru Suci Junjungan kita Sang Buddha Gotama yang menunjukkan umat manusia dan para dewa ke jalan yang benar, terbebas dari kejahatan, dan membimbing mereka mencapai Nibbana.
3. Sangha-Ratana (Mustika Sangha), yaitu Sang Ariya Sangha adalah Persaudaraan Bhikkhu Suci yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian (Sotapanna, Sakadagami, Anagami, dan Arahat), sebagai pengawal dan pelindung Dhamma, dan mengajarkan Dhamma kepada orang lain untuk ikut melaksanakan sehingga mencapai Nibbana.

Peraturan-peraturan untuk Bkhikkhu-Bkikkhuni
Peraturan Bkhikkhu Bkikkhuni lambat laun merupakan bagian pertama dari Tripitaka, yakni Vinaya Pitaka yang terdiri dari lima kitab: Parajika, Paccitiya, Mahavaga dan Parivara.
Pada zaman sekarang tahun (abad 20) hanya mereka yang menerima ini disebut samanera dan yang bukan Bhikkhu, jilka telah diterima oleh sangha (persatuan para Bhikkhu) melalui dua upacara penobatan. Yang pertama ialah penobatan Pabbajja dan mereka yang menerima ini disebut samanera dan yang kedua ialaha penobatan Upasampada.
Kitab-kitab satu dan dua, parajika dan Pacittiya, keduanya juga disebut Vibhanga. Parajika mengandung empat parajika, yaitu aturan terpenting.
Seorang Bhikkhu yang melanggar empat aturan ini dengan sendirinya tak menjadi Bhikkhu lagi, yakni tak berhak menyebut dirinya Bhikkhu. Dengan lain perkataan ia telah dengan sendirinya menjadi orang biasa, tak berhak memakai jubah kuning. Dan untuk penghidupan ini kehidupan sebagai Bhikkhu tak dapat dikerjakan lagi.
Empat aturan ini ialah: membunuh, bersetubuh dengan wanita, mencuri, mengagungkan diri dengan mengatakan bahwa ia mempunyai ilmu gaib atau mempunyai salah satu abhinna.
Abhinna, enam tenaga batin atau kekuatan batin terdiri dari lima yang berhubungan dengan keduniaan dan satu yang mangatasi keduniaan (Lokuttara). Yang lima sebagai akibat dari kesempurnaan samadhi dan yang keenam akibat dari pandangan terang yang menembus (Vipasana), yakni hilangnya dasar-dasar yang dapat diwijuddkan oleh seorang arahat. Enam kekuatan batin ini adalah, kekuatan Siddhi (Iddhi-Vidha), Telinga Batin (Dippasota), memgetahui pikiran orang lain (Citta-pariya-nana), mata Batin (Dibba Cakkhu), Mengetahui keadaan kehidupan yang dulu-dulu (Pubbe-nivassanupati) dan hilangnya segala dasar (Asavakkhaya).
Selanjutnya kitab Parajika mengandung tiga belas Sanghadisesa ialah aturan-aturan yang membutuhkan rapat sangha untuk memutuskannya.
           
Kitab Pacittiya
Kitab Pacittiya mengandung aturan-aturan pacittiya yang mengharuskan para bhikkhu menerangkan pada lain bhikkhu pelanggarannya dan pada saat itu pun ia terbebas dari pelanggaran itu. Juga aturan Skhiya-Disiplin, aturan-aturan sebagai mana harus dipehatikan seperti harus memakai baju, berjalan, memakan pemberian orang, dan lain-lain. Jumlah semua aturan ini ada 227 dan pada tiap hari Uposatha dengan singkat ditiap-tiap vihara diulangi pula disuatu tempat yang khusus untuk itu, yaitu di Sima, yang juga dipakai untuk penobatan Upasampada. Kitab Suttavibbhanga ini pun mengandung aturan-aturan untuk para Bhikkhuni.

Kitab Mahavangga
a. Cara masuk untuk jadi anggota sangha
b. Pertemuan-pertemuan Upasottha dan cara mengulangi Pattimokkha (227 aturan)
c. Tempat beringgah dalam musim hujan (Vassa)
d. Upacara akhir musim hujan (Pavara)
e. Aturan memakai jubah, meja, kursi dan lain-lain.
f. Cara mamakai obat-oabatan dan makanan.
g. Upacara Kathina, yaitu sebagai hadiah atas berakhirnya musim hujan.
h. Bahan-bahan untuk jubah, aturan tidur dan aturan untuk Bhikkhu yang sakit.
i. Cara Sangha berapat.
j. Cara-cara jika ada bentrokan.

Kitab Cullacaga
a. Aturan-aturan yang berhubungan dengan pelanggaran-pelanggaran.
b. Cara merehabbilitasi seorang Bhikkhu.
c. Cara memecahkan soal-soal.
d. Cara mandi dan berpakaian.
e. Tentang tempat tidur dan kursi meja.
f. Tentang Bentrokan
g. Kwajiban guru dan murid.
h. Yang tak dapat menjalankan Pattimokkha.
i. Cara penobatan dan intruksi-intruksi untuk salon Bhikkhu.
j. Sejarah Sangayana I di Rajagana.
k. Sejarah Sangayana II di Vesali.



Kitab Parivara
Tahunnya seorang Bikhhhu dibagi dalam dua bagian, yakni sembilan bulanuntuk berkelana atau berdiam didalam hutan dan tiga bulan harus menetap disatu tempat, yang terkenal sebagai Vassa (musim hujan). Dalam tiga bulan ini para Bikhhu memeberikan ajaran aatu meneri,a ajaran dalam satu vihara. Akhirnya tiga bulan ini ditutup dalam suatu upacara, yakni upacara Pavarana, akhir dari beristirahat, dimana setiap Bhikhhu yang berdiam dalam satu vihara saling meminta maaf a6tas kesalahan-kesalahan yang dengan disengaja atau tidak dengan disengaja. Permulaan Vasa pertama biasanya jatuh pada bulan purnama.
Setelah menjalankan upacara Pavarana, terdapat upacara lainnya yang terlebih meriah, yakni Kathina dimana para Bikhhu menerima persembahan pakaian dari para umat Budha setempat.[3]
















BAB III
KESIMPULAN

Sangha memiliki peran yang sangat penting terhadap pelestarian dan pembabaran Dhamma ajaran Sang Buddha. kebajikan moralitas yang menjadikan acuan dalam berpikir, bertindak, berucap yang positif sebagai seorang pertapa yang memberikan rasa damai dan bahagia. Sehingga menimbulkan keyakinan yang mendalam pada diri orang yang mengenal Dhamma.
Mengingat kehidupan bhikkhu sangha tidak meminta kepada umat, maka sebaliknya umat seyogyanya menanyakan hal-hal yang dibutuhkan oleh bhikkhu sesuaia dengan keperluan dan tidak bertentangan dengan peraturan kebhikkhuan. Karena kehidupan bhikkhu tergantung dari pemberian umat, jadi ia harus merasa puas, tidak memilih atau meminta sesuatu tertentu dari umat kecuali umat menawarkan kesempatan dalam pengembangan karma baiknya.Melalui perbuatan baik berdana kepada sangha pada setiap hari kathina. Ada empat kebutuhan pokok bagi para bhikkhu sangha yaitu; jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan serta sarana yang lain yang mendukung dalam kehidupan sangha.Peran religius sangha memberikan perkembangan yang besar dalam sejarah Buddha-Dhammahingga sekarang ini, menunjukkan adanya keterlibatan bhikkhu Sangha sebagai inspirasi pada keyakinan terhadap kebenaran Buddha.














DAFTAR PUSTAKA
Hadikusuma, Hilman. Antropologi Agama I. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993.
Juangari, Edij. Menaruh Benih Dharma Di Nusantara. Bandung: Yayasan Penerbit Karania. 1995































[2] ilman Hadikusuma. Antropologi Agama I, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), h. 234
                                                                                                                
[3] Ejid Juangari. Menaruh Benih Dharma Di Nusantara. Bandung: Yayasan Penerbit Karania. 1995, h. 127-129

Pendahuluan

      Dalam alur sejarah agama-agama di India. Zaman agama Buddha dimulai semenjak tahu 500 SM, hingga tahun 300 SM. Secara historis agama tersebut mempunyai kaitan erat dengan agama yang mendahuluinya, namun mempunyai beberapa perbedaan dengan agama yang mendahuluinya dan yang datang sesudahnya, yaitu agama Hindu. Sebagai agama, ajaran Buddha tidak bertitik tolak dari Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam semesta dan seluruh isinya, termasuk manusia.



Secara garis besar ajaran agama Buddha dapat dirangkum dalam tiga ajaran pokok, yaitu Buddha, Dhamma, dan Sangha. Ajaran tentang Buddha menekankan pada bagaimana umat Buddha memandang Sang Buddha Gautama sebagai pendiri agama Buddha. Pada perkembangan selanjutnya ajaran agama Buddha ini berkaitan pula dengan masalah ketuhanan yang menjadi salah satu cirri ajaran semua agama. Ajaran tentang dhamma banyak berbicara tentang masalah-masalah yang dihadapi manusia dalam hidupnya. Ajaran sangha, selain mengajarkan bagaimana umat Buddha memandang sangha sebagai pesamuan para bhikkhu, juga berkaitan dengan umat Buddha yang menjadi tempat para bhikkhu menjalankan dharmanya, juga dengan pertumbuhan dan perkembangan agama Buddha.